Sumenep, Kompasone.com – Aroma busuk tata kelola pemerintahan kembali menyeruak di Kabupaten Sumenep. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sumenep, sebuah entitas publik yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan masyarakat.
Sukarman, seorang aktivis vokal asal Kalianget, mengungkapkan keterkejutannya setelah mendapati fakta memilukan terkait tunggakan pajak aset krusial berupa mobil truk tangki milik PDAM. Sebuah temuan yang seharusnya memicu tindakan korektif segera, justru berujung pada respons yang mencerminkan arogansi kekuasaan dan pengabaian terhadap prinsip-prinsip akuntabilitas.
Alih-alih menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban finansial yang jelas-jelas membebani keuangan daerah, respons Kepala PDAM justru mengundang tanda tanya besar. Sukarman, yang berinisiatif menghubungi pucuk pimpinan perusahaan plat merah tersebut, mendapati jawaban yang tidak hanya mengecewakan, namun juga terkesan meremehkan dan bahkan menantang.
Ungkapan "Torot la dinah Rah, eberita’agi la eberita’agi ban nak kanak wartawan, jhe’la lakonna wartawan, ngkok tak takok" (Biarkan saja, walaupun diberitakan oleh wartawan tak masalah, lawong pekerjaanya wartawan, saya tidak takut) yang dilontarkan, bukan sekadar bentuk ketidakpedulian terhadap kewajiban hukum, melainkan juga sebuah tamparan keras bagi upaya menciptakan pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab.
Pernyataan kontroversial ini mengindikasikan adanya mentalitas kekebalan hukum dan superioritas di tubuh PDAM. Bagaimana mungkin seorang pemimpin entitas publik, yang seharusnya mengemban amanah rakyat, justru menunjukkan sikap pongah dan merendahkan peran media sebagai pilar keempat demokrasi? Tindakan ini bukan hanya mencoreng citra PDAM sebagai penyedia layanan vital, tetapi juga berpotensi merusak reputasi pemerintahan Kabupaten Sumenep secara keseluruhan.
Tunggakan pajak aset, sekecil apapun nominalnya, adalah sebuah pelanggaran administratif yang tidak dapat ditoleransi. Lebih dari sekadar persoalan finansial, ini adalah cerminan dari lemahnya pengawasan internal dan potensi praktik pengelolaan keuangan yang tidak sehat. Ketika kepala PDAM menunjukkan sikap abai dan menantang, hal ini menimbulkan kecurigaan akan adanya persoalan yang lebih mendalam di balik layar.
Sukarman dengan nada kecewa menyampaikan kepada media ini, "Saya merasa miris dengan respons yang saya terima. Ini bukan hanya soal pajak yang belum dibayar, tetapi juga soal etika dan tanggung jawab seorang pemimpin. Bagaimana mungkin seorang kepala PDAM bersikap sedemikian arogan dan meremehkan?"
Pernyataan Sukarman ini seharusnya menjadi alarm bagi Bupati Sumenep dan jajaran terkait. Pembiaran terhadap sikap arogan dan ketidakpatuhan hukum di tubuh PDAM akan menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Tindakan tegas dan terukur perlu segera diambil untuk mengurai benang kusut persoalan ini. Audit investigasi mendalam terhadap pengelolaan keuangan PDAM menjadi sebuah keniscayaan untuk mengungkap potensi penyimpangan yang mungkin terjadi.
Publik Sumenep berhak mengetahui secara transparan duduk perkara tunggakan pajak ini dan alasan di balik sikap meremehkan yang ditunjukkan oleh Kepala PDAM. Media sebagai garda kawal kebenaran memiliki tanggung jawab moral untuk terus mengawal isu ini hingga tuntas. Jangan biarkan arogansi kekuasaan menutupi fakta dan menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Sumenep menunjukkan komitmen yang sesungguhnya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Respon tegas terhadap arogansi di tubuh PDAM bukan hanya soal penegakan aturan, tetapi juga soal menjaga marwah dan kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpinnya.
Bola kini berada di tangan para pengambil kebijakan di Sumenep. Akankah mereka memilih untuk membela kebenaran dan akuntabilitas, ataukah membiarkan arogansi terus bercokol dan merusak sendi-sendi pemerintahan yang sehat? Waktu akan menjawabnya.
(R. M Hendra)