Nabire, kompasone.com - Pinius Maisini selalu korlap umum Demo "TUTUP PT. FREEPORT", digelar Forum independen Pelajar west Papua (FIP WP), membantah Kapolres menuding tidak ada surat ijin demo.
Menurut Kapolres Nabire, AKBP Samuel D. Tatiratu, S.I.K., mengatakan alasan aksi tolak Freeport tersebut tidak mengisikan massa aksi melakukan longmarch ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Tengah, karena pertama surat ijin terlambat masuk ke kantor Polisi. Alasan yang lain adalah dalam surat ijin tidak mencantumkan siapa penanggungjawab aksi dan berapa banyak massa aksi yang akan dimobilisasi.
“Oleh karena itu kami tidak mengizinkan melakukan aksi long march karena tidak ada surat Ijin. disisi lain juga akan menguasai badan jalan, dan akan mengakibatkan kemacetan jalan,” jelas Kapolres Nabire saat bernegosiasi dengan massa aksi di Pasar Karang, Senin (7/4/2025), siang.
Untuk membantah pernyataan Kapolrea diatas, Pinius Maisini menegaskan Kapolres keliru dalam hal merespon surat pemberitahuan kami. Sebab katanya sudah pernah antar surat pemberitahuan pertanggal, 5 namun baru direspon polres hari Minggu (6/3).
"Sebelumnya kami sudah antar surat pemberitahuan ke Polres tanggal, (5/4) tapi Pembalasan itu tanggal, (6/4). Sebetulnya itu tidak harus ijin hanya cukup pemberitahuan" Ucap Pinius Maisini, selaku korlap umum aksi.
Lanjut Maisini: " Kami sudah memberikan surat pemberitahuan dilampirkan dengan Kuasa Hukum. Lalu Kapolres menarasikan bahwa aksi Tutup PT Freeport tidak memberikan Ijin itu keliru menurut kami. tidak ada aturan yang mengatur soal sebelum aksi demo harus ada surat ijin"
Menurutnya, apa yang terjadi dalam moment aksi Tutup PT Freeport pihak aparat refresif terhadap masa aksi. dihadang, dipukul dan, ditangkap ini bagian dari narasi yang dibangun Kapolres soal surat Ijin aksi.
Perihal alasan Kepolisian Nabire membatasi Long March tersebut juga dibantah pendamping hukum aksi tolak Freeport, Maria Kobepa, S.H, bahwasannya tidak ada undang-udang yang menegaskan batas maksimal dan mininal massa aksi dalam suatu aksi demontrasi atau penyampaian pendapat di muka umum.
“Bahkan mau masukan surat pemberitahuan di H-1 sebelum aksi, atau di hari minggu, itu tidak dibatasi oleh suatu peraturan perundang-undangan. Ini alasan inkonstitusional untuk jelas tujuannya mau membatasi ruang berpendapat di muka umum,” tegas Mari Kobepa.
Bahkan untuk massa aksi yang didampinginya, menurut Kobepa, mereka sudah memenuhi perintah KUHP Pasal 1 Ayat 24 yang mana kawan-kawan kordinator lapangan sudah memberikan surat pemberitahuan. “Justru karena Polisi dan TNI turunkan personal yang lengkap dengan peralatan memberikan Kesan buruk atau ada situasi darurat kepada Masyarakat yang hendak menggunakan jalan di setiap titik aksi.”
“Surat pemberitahuan itu berlaku sejak dimasukan ke kantor polisi. Entah mau dimasukan kapan pun, itu berlaku. Dan Polisi punya kewajiban untuk menerbitkan surat tanda terima atau STT,” lanjut Kobepa.
Jadi, menurut Pendamping Hukum aksi tersebut alasan Kepolisian Nabire tentu inkonstitusional. “itu hanya alasan untuk membenarkan pembatasan ruang demokrasi yang terjadi hari ini, itu saja.” Tegas Kobepa menutup.
(*)