Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Korban Laporkan Terduga ODGJ, Aparat Ungkap Fakta Kontroversial

Minggu, April 13, 2025, 16:10 WIB Last Updated 2025-04-13T09:11:11Z


Sumenep, Kompasone.com – Kasus penyerangan membabi buta yang dilakukan seorang pria bernama Sahwito di tengah acara resepsi pernikahan pada Rabu (9/4/2025) di kediaman Sukilan, Sumenep, Jawa Timur, kian meruncing dan memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat.


Sorotan tajam kini tertuju pada status kejiwaan Sahwito yang menjadi polemik hukum, terutama setelah pihak korban justru melaporkan terduga pelaku yang diduga mengalami gangguan jiwa tersebut.


Asip Kusuma, salah satu korban penganiayaan bersama saudaranya, Abd Salam, secara resmi melaporkan Sahwito ke Polsek Nonggunong pada Sabtu (12/4/2025). Laporan dengan Nomor: STBL/02//IV/SPKTpolseknonggunong/Polres Sumenep/Poldajawatimur ini menuntut pertanggungjawaban atas tindakan brutal yang menyebabkan luka-luka pada dirinya dan Musahwan.


Ironisnya, narasi yang berkembang di masyarakat Nonggunong justru menyebutkan bahwa Sahwito memiliki riwayat gangguan jiwa. Bahkan, penjemputan paksa terhadap Sahwito dari lokasi resepsi yang kacau balau akibat ulahnya dilakukan oleh pihak keluarganya sendiri menggunakan mobil bak terbuka. Fakta ini seolah mengamini dugaan ketidakstabilan mental pelaku.


Namun, kontradiksi mencuat ketika Kanit Reskrim Polsek Nonggunong kepada Asep Menyampaikan menyatakan pandangan yang berseberangan. Menurutnya, berdasarkan hasil penyelidikan awal, Sahwito bukanlah seorang dengan gangguan jiwa, melainkan individu yang sadar dan waras. Pernyataan ini sontak menimbulkan kejanggalan dan pertanyaan besar di benak publik.


Kejanggalan semakin terasa ketika laporan delik aduan atas dugaan tindak pidana justru dilayangkan oleh istri Sahwito, bukan oleh Sahwito sendiri sebagai pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam konteks hukum pidana, delik aduan mensyaratkan pelaporan langsung dari pihak yang dirugikan. Jika Sahwito dianggap waras oleh pihak kepolisian, mengapa pelaporan tidak dilakukan oleh dirinya sendiri?


Situasi ini memunculkan spekulasi liar dan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat Nonggunong. Pertanyaan mendasar yang menggelayuti benak adalah jika Sahwito benar-benar waras, mengapa justru istrinya yang mengambil langkah hukum? Apakah ada upaya terselubung untuk melindungi pelaku ataukah terdapat kejanggalan dalam proses identifikasi status kejiwaan Sahwito?


Polemik status kejiwaan Sahwito kini menjadi ujian integritas bagi aparat penegak hukum di Sumenep. Masyarakat menuntut transparansi dan objektivitas dalam proses penyidikan. Pembuktian status kejiwaan pelaku melalui pemeriksaan medis dan psikologis yang komprehensif menjadi krusial untuk menegakkan keadilan bagi para korban dan menghindari preseden buruk dalam penanganan kasus serupa di masa mendatang.


Kasus ini bukan hanya sekadar persoalan tindak pidana penganiayaan, namun juga menyentuh isu sensitif mengenai penanganan individu dengan dugaan gangguan jiwa dalam sistem hukum. Ketidakjelasan status kejiwaan pelaku berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan melukai rasa keadilan masyarakat. 


Aparat kepolisian diharapkan mampu mengungkap fakta sebenarnya secara profesional dan akuntabel, sehingga kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan tanpa keraguan.


(R. M Hendra)

Iklan

iklan
iklan