Sumenep, Kompasone.con - dikejutkan dengan mencuatnya dugaan tindak pidana yang melibatkan seorang istri pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep, berinisial TS.
Dengan keberanian yang mencengangkan, TS diduga kuat telah menggadaikan kendaraan inventaris negara, sebuah Yamaha Force bernomor polisi M 3975 VP berplat merah, beserta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) asli, kepada seorang janda paruh baya bernama Sri Agustin, warga Perumnas Giling Pamolokan, Kecamatan Kota Sumenep.
Ironisnya, jaminan yang diserahkan TS kepada korban bukan hanya aset negara yang tak sepantasnya diperdagangkan, melainkan juga perhiasan emas yang belakangan teridentifikasi sebagai imitasi belaka, kendati telah melalui proses pengujian awal yang disinyalir penuh rekayasa.
Transaksi gelap ini berhasil mengucurkan dana sebesar Rp 5.750.000 (Lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) ke tangan TS. Namun, kejanggalan mulai menyeruak tatkala Sri Agustin mendapati fakta pahit bahwa kendaraan yang dijadikan agunan adalah aset pemerintah yang jelas-jelas tidak dapat dijadikan objek gadai perorangan. Lebih memilukan lagi, euforia mendapatkan jaminan berupa emas sirna seketika setelah terkuaknya kepalsuan material berharga tersebut.
Sri Agustin, yang merasa menjadi korban serangkaian praktik penipuan yang sistematis dan manipulatif, kini mengaku dipermainkan bak bola liar oleh TS. Kekhawatiran mendalam akan status kepemilikan motor inventaris negara dan amarah atas penipuan emas palsu mendorong Sri Agustin untuk mengambil langkah hukum yang tegas.
Rencananya, laporan resmi akan segera dilayangkan ke Kepolisian Resor (Polres) Sumenep guna mengurai benang kusut persoalan yang diduga kuat melibatkan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh TS, yang notabene adalah istri dari seorang oknum PNS berinisial IJ yang juga bertugas di Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Sebelum menempuh jalur represif melalui aparat penegak hukum, Sri Agustin berinisiatif untuk melakukan klarifikasi dan konfrontasi secara kelembagaan. Agenda audiensi dengan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumenep dan Kepala Dinas Pendidikan setempat telah dijadwalkan.
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk mengkonfirmasi status kepemilikan kendaraan inventaris yang dijadikan jaminan, sekaligus menggali informasi apakah aset tersebut memang tercatat milik Dinas Pendidikan atau instansi pemerintah lainnya.
Langkah ini menunjukkan itikad baik Sri Agustin untuk menyelesaikan permasalahan secara transparan dan akuntabel, sembari memberikan kesempatan kepada pihak terkait untuk memberikan penjelasan sebelum kasus ini bergulir lebih jauh di ranah hukum.
Skandal ini tidak hanya mencoreng citra institusi pendidikan di Kabupaten Sumenep, tetapi juga menguak potensi praktik-praktik transaksional gelap yang memanfaatkan aset negara untuk kepentingan pribadi.
Masyarakat menanti dengan penuh harap tindakan tegas dan transparan dari pihak berwenang dalam mengusut tuntas kasus ini, demi menegakkan keadilan dan memulihkan kepercayaan publik terhadap integritas aparatur sipil negara. Implikasi hukum dan etika dari perbuatan TS, serta potensi keterlibatan pihak lain, kini menjadi sorotan tajam yang menuntut investigasi mendalam dan sanksi yang setimpal jika terbukti bersalah.
(R. M Hendra)