Sumenep, Kompasone.com - Sebuah anomali fiskal yang mencoreng citra kepatuhan hukum kembali mencuat di Kabupaten Sumenep. Truk tangki bernomor polisi B 9426 FQ, aset krusial milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sumenep, terendus melakukan praktik pengabaian kewajiban pajak kendaraan dinas.
Kendaraan operasional yang seharusnya menjadi representasi ketaatan institusi terhadap regulasi negara ini justru bebas berkeliaran tanpa menunaikan tanggung jawab pajaknya.
Situasi ini menciptakan suasana yang menggelitik nurani publik. Di satu sisi, PDAM Sumenep secara imperatif menuntut pelanggan setianya untuk patuh membayar iuran bulanan demi kelancaran operasional dan peningkatan kualitas layanan air bersih. Namun, di sisi lain, entitas yang sama justru mempertontonkan inkonsistensi moral dengan menelantarkan kewajiban pajaknya kepada negara. Keterlambatan pembayaran pajak kendaraan dinas bukan sekadar persoalan administratif, melainkan preseden buruk yang berpotensi menggerogoti kas negara dan meruntuhkan pondasi kesadaran hukum di tengah masyarakat Sumenep.
Rasyid Nadyin, seorang aktivis pemerhati kebijakan publik, dengan lugas menyuarakan keprihatinannya atas fenomena ini. Menurutnya, berbagai faktor dapat melatari keterlambatan pembayaran pajak kendaraan dinas, mulai dari kondisi fisik kendaraan yang uzur hingga inefisiensi anggaran pemeliharaan. Namun, dalih apapun tidak dapat membenarkan pengabaian kewajiban fundamental ini.
"Kendaraan dinas yang telat bayar pajak bisa terjadi karena berbagai alasan, Mas, bisa jadi karena kendaraan dinas sudah tua dan tidak lagi layak pakai, atau biaya pemeliharaan lebih besar daripada kegunaannya. Dan bisa jadi karena banyaknya kendaraan dinas yang menunggak pajak," ujar Rasyid dengan nada retoris.
Lebih lanjut, Rasyid menyoroti implikasi finansial dari kelalaian ini. "Padahal denda pajak kendaraan bermotor akan semakin mahal jika semakin lama tidak dibayarkan," imbuhnya, menekankan potensi kerugian negara akibat praktik tersebut.
Aktivis yang dikenal kritis ini juga menyinggung peran Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumenep sebagai representasi otoritas fiskal daerah. "Padahal aturan dari kantor perpajakan (Bapenda) badan pendapatan daerah Sumenep adalah kiblat bagi semua OPD untuk taat bayar pajak. Nah, kalau dari dinas sendiri memberikan contoh yang kurang baik, tidak bayar pajak mobil dinas pada Samsat. Dan ini adalah contoh kurang baik terhadap masyarakat Sumenep," tegas Rasyid dengan nada geram.
Rasyid kemudian melontarkan pertanyaan reflektif yang menggugat kesadaran kolektif. "Terus kapan patuhnya masyarakat untuk taat bayar pajak?" tanyanya, menyiratkan kekecewaan mendalam terhadap inkonsistensi yang dipertontonkan oleh institusi publik.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PDAM Sumenep memilih bungkam, enggan memberikan klarifikasi maupun tanggapan terkait isu sensitif ini kepada awak media. Sikap diam ini justru semakin memperkuat spekulasi dan menimbulkan tanda tanya besar di benak publik mengenai komitmen PDAM terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kepatuhan pajak seluruh aset kendaraan dinas. Transparansi dan penegakan hukum yang tegas menjadi imperatif untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap entitas, termasuk BUMD seperti PDAM, menjunjung tinggi kewajiban fiskalnya demi kemaslahatan bersama.
Publik menanti langkah konkret dan responsibilitas dari para pemangku kebijakan untuk menuntaskan anomali ini dan menegakkan supremasi hukum di Bumi Sumekar.
(R. M Hendra)